Minggu, 20 Desember 2015

Rekoleksi Memori. Untuk Mas Ginting dan segala kasihnya.



Saat ini pun masih belum berubah... aku masih tertegun saat menatap semburat tawa di wajahnya.

Satu tahun berlalu, kukira hidupku sudah baik baik saja tanpanya. Banyak hal terjadi. Tak jarang aku bisa merasa bahagia saat sedang dekat dengan beberapa lelaki yang sempat singgah. Sampai pada akhirnya, kau datang lagi dan mengubah putaran duniaku. Kemudian tanpa sadar aku tersedot kedalam lubang waktu itu. Lubang waktu yang butuh waktu satu tahun untukku benar benar bisa keluar dari sana. Seperti rekoleksi memori, kau membawaku kembali pada waktu itu. Satu tahun lalu, aku yang teramat mencintaimu.

Malam itu kau kembali, menyapaku dengan kehangatan khas dirimu. Tatapan hangat, senyuman hangat, dan genggaman tanganmu yang hangat. Saat itu aku sudah berjanji pada hatiku untuk tidak tergetarkan oleh pesonamu. Namun sayang, di malam itu juga aku kembali jatuh padamu. Dan aku sadar akan satu hal; pertahanan yang kubangun selama kurun waktu ini telah sepenuhnya hancur. Sia sia.
Dan apa yang akan terjadi dapat kutebak. Waktu yang mengharuskanku untuk selalu bertemu denganmu. Mau tak mau, suka tak suka. Pertemuan demi pertemuan itu menjadi waktu berharga bagiku dimana aku dapat dengan leluasa memahamimu. Mengamati mu dari jauh. Aku dapat lebih banyak belajar tentangmu, yang sedikit banyak telah berubah sejak terakhir kali aku mengenalmu. Ada getir dihatiku saat aku sadar, aku harus belajar banyak tentangmu lagi, padahal aku merasa aku sangat mengenalmu. Dulu.

“Ah..kau yang sekarang lebih mudah untuk tertawa lepas” “Sejak kapan lelaki ku ini bisa begitu ekspresif saat bercengkrama dengan orang banyak?” “Kau lebih mempesona saat kau tunjukan ekspresi yang sedang kau rasakan saat itu. Sayang dulu kau tak begitu”

Gumaman dan pertanyaan terus muncul saat aku menatapmu dari kejauhan. Sudah seberapa banyak lelaki yang dulu begitu bisa menenangkanku ini berubah, siapa yang bisa membuatmu menjadi seperti ini, bagaimana kau bisa menjalani hidupmu dengan baik baik saja tanpaku selama ini. Apakah kau tau, aku tertwa getir saat melihatmu tertawa lepas dari kejauhan. Sebegitu besarkah perubahan yang ada dalam dirimu saat tanpa aku dihidupmu, kenapa bukan aku yang menemanimu melewati perubahan perubahan itu.

Satu tahun yang lalu, di depan lampu kota itu aku dengan tenang memberimu keputusan. Keputusan yang membawaku pada penyesalan mendalam. Keputusan untuk mengakhiri kita menjadi aku dan kamu. Sama seperti dulu, jauh sebelum kita saling mengenal. Sebelum aku yang begitu mengandalkanmu dengan segala kecerobohanku. Sebelum kamu yang menjadi begitu terbiasa dengan panggilan daruratku yang selalu menghubungimu untuk meminta bantuan. Sebelum kejadian di malam itu, saat aku dan kamu menjadi kita. Awalnya ku kira semua masalah akan selesai dan kita akan baik baik saja. Aku kira harusnya aku menerima penghargaan karena merasa semua masalah yang menghimpit kita selama ini terselesaikan dengan keputusan konyolku. Aku kira beban disetiap akhir pekan saat waktumu untuk menghadap Tuhanmu harus terenggut oleh ku yang membutuhkanmu untuk menemaniku bermain, aku melihat raut gelisahmu saat kau meninggalkan kewajiban ibadahmu atau tatapan aneh orang disekeliling  yang melihatmu hanya duduk diatas motor bukan masuk ke dalam masjid bersamaku, atau pembicaraan yang tak pernah menemukan ujung kita mengenai bagaimana hubungan ini harus berakhir akan terselesaikan dengan keputusanku saat itu.

Aku masih ingat dengan jelas raut terkejut yang terpancar diwajahmu saat aku mengungkapkan hal tersebut. Aku masih ingat saat kau masih mencoba menyangkal mempercayaiku dengan mengatakan aku konyol. Dan aku masih ingat dengan jelas bagaimana aku dengan tegas mengatakan aku tidak sedang dalam kondisi bercanda saat mengatakan itu.

Dan begitu saja, malam itu juga kita melebur menjadi hanya aku dan kamu. Hanya ada aku, dan kamu. Setelah itu tanpa sadar hari hari yang kulalui terasa lebih berat dibanding saat ada kamu. Aku begitu saja memulai aktifitasku tanpa adanya pesan manismu di ponselku, aku begitu saja menjalani hari hariku tanpa kamu yang dulu menemaniku. Meskipun kadang aku lupa memencet nomormu saat aku dalam kesulitan, selebihnya aku berusaha untuk baik baik saja. Saat ulang tahunku, kau masih mengingatnya dengan mengirimkan pesan singkat yang berisi doa tulus darimu, sesekali kau bertanya mengenai kabarku tapi aku berusaha untuk tetap tak bergeming. Aku tak mau jatuh lagi.

Sampai saat malam itu, malam dengan bau tanah khas hujan yang tak akan kulupa seumur hidupku. Karena malam itu waktu ku seakan kembali, karena malam itu malam dimana aku mengalah pada hatiku dan jatuh padamu lagi.

Mungkin pesan ini tak akan sampai kepadamu, namun jika ada keajaiban dan kau membaca pesan ini ketahuilah; malam ini aku menulis kembali rangkaian cerita kita tanpa adanya penyesalan. Ketahuilah, bersamamu aku sempat merasa damai dan bahagia. Bersamamu aku merasa tidak membutuhkan apapun lagi. Bersamamu aku bisa meredam seluruh ego dan ambisiku. Dan bersamamu, aku merasa aku adalah wanita paling beruntung di dunia ini. Saat kau membaca pesan ini, ketahuilah; sampai saat ini kau masih  memiliki ruang khusus dihatiku. Aku memang tak berani berjanji akan menunggumu selama sisa hidupku, namun yang pasti ‘ruangmu’ tak akan pernah terisi oleh lelaki lain. Karena hangat yang kurasa pasti akan berbeda. Dan saat kau membaca pesan ini, ketahuliah; aku sangat berterimakasih padamu. Terimakasih telah memilih aku dulu sebagai wanitamu diantara ribuan wanita yang jauh lebih baik dariku. Terimakasih untuk mau menghargai keputusaku dengan dalih demi kita. Terimakasih sudah menerima dan tidak merengek kepadaku untuk membatalkan keputusan itu. Terimakasih karena telah membantuku melewati hari hari sulit tanpamu dengan tidak menghubungi ku lagi setelah malam itu dan memberiku waktu dan ruang untuk bergerak sendiri saat tanpamu. Terimakasih masih mengkhawatirkanku dengan sesekali menanyakan kabarku. Terimakasih masih mau menyapaku dengan hangat meskipun aku dulu sempat membuatmu teramat kecewa. Terimaksih masih memperlakukanku dengan baik tiap kali kita bertemu, dan terimakasih untuk tidak menerimaku kembali saat aku merengek memintamu kembali. Terimakasih untuk menyadarkanku kembali alasan mengapa aku dulu memintamu menjauh dariku. Dan terakhir, terimakasih karna kau sangat mencintai keyakinanmu dengan tetap mempertahankan keimanmu bukannya berlari padaku. Dengan kepribadianmu itu, bagaimana bisa aku tidak jatuh cinta padamu? Bagaimana bisa aku tetap bertahan di dinding itu dan tak jatuh lagi. Mengagumimu sama sekali tidak menimbulkan sesal dihatiku, bahkan mencintaimu bukan menjadi kesalahan dalam hidupku. Darimu aku banyak belajar mengenai kehidupan, belajar bagaimana saling menerima, belajar menjadi pribadi yang sabar, dan belajar bagaimana memaknai perbedaan. Di kehidupan selanjutnya, aku berharap Tuhan mempertemukan kita menjadi satu Hamba-Nya, sehingga kita tak perlu merasa kesulitan saat ingin saling mencintai. Di kehidupan selanjutnya, aku berharap aku yang menjadi wanitamu, yang mendampingimu di setiap langkahmu. Dan di kehidupan sekarang, mari kita hidup dengan baik,mengejar semua mimpi yang dulu pernah kita utarakan bersama, meskipun saat ini kita harus menempuh jalan yang berbeda. Aku tau mungkin aku terdengar egois, tapi bolehkah aku bertanya? Saat kau bahagia, saat kau sedih, atau saat kau mengalami masa masa sulit akankah kau berpikir tentang aku? Aku harap iya.

Yogyakarta, 21 Desember 2015
Selamat Natal, untukmu lelaki kuginting/2015