Selasa, 14 April 2015

Kita

Hai, apa kabarmu lelaki yang dulu tak pernah bosan membuatku merasa jatuh cinta?

Apa kabar kamu, semoga kau tetap baik baik saja dimanapun kamu berada. Aku disini juga berkabar baik meskipun aku masih berusaha sekuat tenaga untuk menjadi baik.

Hari ini ulang tahunku, terimakasih karena masih mengingatnya. Taukah kamu hatiku masih berdegup kencang saat kau menyanyikan sebait lagu selamat ulang tahun di tengah malam? 5 tahun mengenalmu, bahkan sempat menjadi bagian dari hidupmu, 5 kali juga kita telah saling mengucap doa di tanggal kelahiran kita. Untuk semua doa dan waktu yang telah diluangkan, Terimakasih.

Hai, sadarkah kamu sudah berapa lama kita berusaha untuk mencoba kembali menjadi kita? Sudahkah kamu berpikir mengapa kita tak kunjung bisa kembali meski kata sayang dan rindu masih sering terucap?

Hari ini dengan sengaja aku membuka kotak kenangan kita. Tanpa sadar aku mengulum senyum tertahan membacanya. Hai, aku baru sadar bahwa kamu begitu lugu dulu. Kita saling melempar canda tanpa berpikir berat tentang masa depan. Dan akhirnya aku mengingat alasan mengapa aku bisa bertahan bersamamu begitu lama. Karena kamu bukan hanya menjadi kekasih bagiku. Tapi seorang kakak laki laki yang siap melindungiku saat ada orang asing yang menjahiliku, seorang sahabat dimana aku bisa berbagi semuanya, seorang musuh yang terkadang bisa menguji kadar emosiku, dan seorang partner yang siap ada untukku kapanpun itu.

Percayalah, dulu aku sangat bahagia bersamamu. Kulalui masa putih abu abu ku dengan kenangan manis yang kuukir hanya bersamamu. Dan sampai kini, saat umur kita sudah tak lagi anak anak, toh kenangan  itu tak juga hilang. Karena sudah mengukir kenangan manis di hidupku, terimakasih.

Dan aku pun lupa mengapa semua itu bisa hilang begitu saja. Ah sepertinya saat itu aku dan kamu sama sama sedang merubah diri menjadi seorang yang dewasa seiring bertambahnya usia kita. Aku dan kamu tiba tiba dipaksa untuk berpikir dan menentukan pilihan sebagai orang dewasa. Aku dan kamu sama sama bermimpi berada di puncak tertinggi, kalau saja aku masih bertahan untuk mendukungmu menapaki puncak dari belakang dan kamu masih terus menarikku menuju puncak bersama, apa yang akan terjadi pada kita saat ini? Ada rasa sesal saat ini mengapa kita memilih untuk menuju puncak dengan cara yang berbeda. Saat itu egoku memilih untuk melepasmu dan mengambil jalan lain menuju puncakku. Tapi taukah kamu, setelah berpisah jalan denganmu aku tertatih untuk mendakinya?

Aku dan kamu pernah sama sama berandai, bagaimana 'kita' nanti di masa yang akan datang. Apakah kamu masih tetap humoris seperti dulu dan aku yang masih saja senang berceloteh tentang apapun, ataukah kita akan menjadi dua orang yang berbeda? Ah, ternyata takdir berkata bahwa kita akan mengurai menjadi aku dan kamu. Tak ada yang berubah antara aku atau kamu. Aku masih saja cerewet dan membuat orang di sekitarku harus mendengar semua celotehanku-seperti kamu dulu. Dan kamu masih saja seorang yang humoris dan berkharisma seperti dulu. Tapi dengan semua alasan itu, mengapa aku masih ragu untuk kembali bersamamu?


Aku sudah mengenangmu dengan segala kenangan manis yang pernah kau sematkan. Namun, bolehkah aku mengulang lagi pertanyaan mengapa aku dan kamu masih sulit untuk menemukan jalan kembali meskipun kita masih seringkali mengucap rindu dan kata sayang?

Hai, ingatkah kamu saat saat terakhir sebelum kita berpisah? Bagaimana aku harus terus menangis karenamu dan kamu yang terus merunduk menahan emosi? Ingatkah kamu saat saat dimana aku dan kamu harus mengucap kata yang tak seharusnya diucapkan? Ingatkah kamu saat kita sekuat tenanga harus menahan emosi saat satu dan lainnya terus mengucap kata menyakitkan? Ingatlah, sebelum berpisah kita sudah melampaui batas yang tak seharusnya. Rahasia yang kamu percayakan padaku akhirnya harus ku ungkap demi membalas kata kasarmu. Begitu pula sebaliknya.

Dengan semua alasan itu, bukankah sudah jelas mengapa kita tidak bisa kembali bersama? Kita sudah terlanjur memutuskan untuk memilih jalan yang berbeda, tidak lah mungkin aku atau kamu berbalik arah dan berjalan beriringan. Ya, karena ternyata 'puncak' yang kau maksud dengan apa yang ada dalam anganku berbeda. Kita bermimpi untuk tetap bersama di masa depan, namun tujuan kita berbeda. Kamu pun tau itu hal yang mustahil untuk kita teruskan bukan?

Yang harus kita lakukan sekarang hanyalah meneruskan perjalanan. Semoga kita bisa bertemu di puncak yang kita impikan. Maafkan aku yang memilih menjadi pengecut dan pergi. Tugasku seharusnya menjadi pendampingmu. Membenarkan saat kau salah, memberi semangat saat kau lelah dan menjadi rumahmu kapanpun kau ingin singgah. Namun ke egoisanku menuntunku untuk memilih jalan yang berbeda dan mendaki puncak impianku sendiri.

Semoga kamu mengerti apa yang aku tulis untukmu.
Terimakasih kamu, lelaki ku yang tak pernah bosan membuatku bangga akan semua hal yang kamu lakukan. Ada banyak kelebihan yang ada padamu Mas, teruslah bersinar. Akan kutunggu semua kabar baik dari mu. Doakan aku disini yang masih terus berjuang untuk meraih apa yang aku inginkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar